Dalam dunia pendidikan tinggi, setiap perguruan tinggi dituntut untuk melakukan pengabdian masyarakat. Begitu juga dengan Universitas Islam Indonesia (UII). Namun tidak seperti perguruan tinggi lainnya yang menganut prinsip Tri Dharma Perguruan Tinggi, UII memiliki tugas tambahan. Tugas tersebut adalah dakwah islamiyah, mengingat UII merupakan universitas yang berbasiskan islam. Hal itulah yang menjadi ciri dan membedakan UII dengan perguruan tinggi lainnya. Prinsip empat pilar ini kemudian disebut dengan Catur Dharma. Dengan prinsip Catur Dharma, diharapkan setiap Fakultas dan Program Studi di lingkungan UII dapat menyelenggarakan kegiatan pendidikan sesuai visi universitas yang rahmatan lil ’alamin. Termasuk di dalamnya adalah kegiatan pengabdian masyarakat sekaligus dakwah islamiyah sesuai dengan bidang keilmuan masing-masing.

Pengabdian Masyarakat dan Dakwah Islamiyah

Program Studi Profesi Apoteker yang berada di bawah naungan Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia, ikut mengemban amanah Catur Dharma. Ahad, 16 Desember 2018 melakukan kegiatan dengan tema pengabdian masyarakat dan dakwah islamiyah. Berlokasi dusun Baransari, desa Sardonoharjo Ngaglik, Kabupaten Sleman, acara tersebut dihadiri oleh warga masyarakat setempat. Farmasi yang saat ini masuk dalam lingkup bidang ilmu kesehatan, maka acara yang dimulai sejak pukul tujuh pagi ini pun mengedepankan kegiatan pelayanan kesehatan. Mulai dari konsultasi kesehatan sampai dengan pengecekan kadardarah.

Kegiatan yang terpusat di mushola ini diawali dengan tausiah kajian keislaman. Di sampaikan oleh Ustadz Saepudin, M.Si., Ph.D., Apt., tausiah mengangkat pembahasan tentang hubungan antara kesehatan dan ketakwaan. Setelah tausiah selesai, panitia mengarahkan warga yang hadir untuk mengikuti sesi pelayanan kesehatan. Antusiasme pun terlihat dari banyaknya jumlah warga yang datang, meskipun diselimuti cuaca mendung. Mulai dari Ketua Jurusan, Dosen, Staf, hingga mahasiswa ikut terlibat sebagai relawan dalam acara sosial tersebut. Kegiatan semacam ini selalu dilakukan setiap tahunnya dengan tempat dan konsep yang berbeda.

Pada kesempatan kali ini mendapat apresiasi dari tokoh masyarakat setempat. Salah satu perwakilan tokoh setempat menyampaikan ucapan terima kasihnya kepada Farmasi UII dan seluruh relawan yang telah bersedia mengadakan kegiatan sosial tersebut. Serta beliau menambahkan bahwa kegiatan ini dirasakan sangat bermanfaat bagi masyarakat.

Dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di bidang industri farmasi, Profesi Apoteker UII mengadakan kegiatan evaluasi. Dengan menggunakan model lokakarya, acara yang bertempat di The Rich Hotel Jogjakarta ini dilaksakan sehari penuh. Kegiatan ini mengangkat tema “Lokakarya Evaluasi dan Sosialisasi PKPA Industri Kurikulum 2019”. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan masukan dan evaluasi PKPA Industri mahasiswa Profesi Apoteker. Serta untuk mengetahui kompetensi yang perlu dimiliki oleh calon apoteker yang bekerja di Industri Farmasi.

Lokakarya yang berlangsung tanggal 8 Desember ini melibatkan para Dosen Jurusan Farmasi yang terlibat langsung di pendampingan PKPA Industri. Pada kesempatan ini juga menghadirkan Drs. Ganggas Cahyono, Apt. MBA., dari Darya Varia. Beliau menyampaikan banyak hal tentang dunia kerja di industri farmasi. Seperti yangtelah diketahui bahwa Darya Varia merupakan sebuah perusahaan besar di dunia industri farmasi Indonesia. Telah lama berdiri di Indonesia dan beroperasi sejak tahu 1976, dirasa cukup berpengalaman untuk diambil ilmunya oleh PSPAUII.

Evaluasi Praktek Kerja Apoteker

Pada PKPA bidang industri, mahasiswa ditempatkan di berbagai perusahaan industry farmasi yang telah terikat kerjasama dengan Profesi Apoteker UII. PSPA UII telah melakukan kerjasama dengan banyak perusahaan farmasi, seperti PT. Kimia Farma, SanbeFarma, dan Air Mancur. Bukan hanya di dalam negeri tapi juga luar negeri. IKOP SDNBHD merupakan salah satu perusahaan farmasi dari negeri jiran, Malaysia.Oleh karenanya pada acara hari Sabtu itu, Profesi Apoteker UII mengundang perwakilan dari perusahaan farmasi tersebut. Dimaksudkan agar dapat mendengar kendala dan masukan terkait masalah yang selama ini terjadi saat mahasiswa calon apoteker melakukan praktek kerja. Dengan adanya masukkan dari perusaan tempat praktek kerja, diharapkan evaluasi kurikulum pembelajaran dapat lebih maksimal.

Hal senada juga disampaikan Dr.Yandi Syukri, M.Si., Apt., selaku Ketua Jurusan Farmasi UII saat presentasi. Beliau menyampaikan terkait bagaimana penulisan Silabus Pembelajaran Praktek Kerja Profesi Apoteker di bidang industri. Dalam presentasinya beliau menegaskan bahwa agar dapat menghasilkan sistem kurikulum pembelajaran yang baik, sangat perlu adanya kerterlibatan pihak pihak terkait. Dalam hal ini adalah tempat praktek kerja para mahasiswa calon apoteker.

Universitas Islam Indonesia (UII) sebagai institusi pendidikan tinggi di tanah air begitu lekat dengan istilah intelektualisme. Cendekiawan UII diharapkan dapat menjadi sosok yang berintelek dan berperan dalam kemajuan bangsa. Hal ini mendasari diadakannya kuliah umum bertema Intelektualisme untuk Kemajuan Bangsa bagi mahasiswa program profesi, magister, dan doktor di UII. Melalui forum ini diharapkan sivitas akademika UII dapat memahami lebih dalam tentang makna intelektualisme sehingga mampu berperan dalam kemajuan bangsa.

Kuliah umum berlangsung di Gedung Kuliah Umum (GKU) Prof. Dr. M. Sardjito, MD, MPH UII, Sabtu (1/12), dengan narasumber Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD., S.H., S.U yang juga merupakan Guru Besar Fakultas Hukum UII dan juga direktur pertama Pasca Sarjana UII (1996-2000).

UII dan Intelektualisme

UII mempunyai tujuan yang sama seperti bangsa Indonesia yakni mencetak intelektual atau cendekiawan bukan hanya sarjana. Karena sarjana dianggap sebagai potret penguasaan dalam bidang tertentu dan dengan skill dalam bidang dan tingkat tertentu. Sementara intelektual menggabungkan antara intelegensia kesarjanaan dan kemuliaan watak.

Prof. Mahfud MD mengistilahkannya seperti para koruptor di Lapas Suka Miskin. “Mereka orang berintelek, banyak lulusan S2 bahkan S3 tapi mereka tidak punya kemuliaan watak, makanya bisa korupsi,” tuturnya.

Prof. Mahfud MD mengartikan intelektualisme sebagai sikap ketaatan dan kesetiaan daya berpikir dan pencarian kebenaran ilmiah disertai sikap untuk berpihak kepada kebaikan umum. Cendekiawan mempunyai basis data ketika berbicara dan tidak bekerja dengan hoax. Selain itu juga harus jujur dalam melakukan segala sesuatu termasuk dalam bidang akademik dengan tidak plagiasi.

“Plagiasi ini merupakan bibit koruptor, bagaimana tidak, dia saja berani membohongi dirinya sendiri apalagi ketika mendapatkan amanat atau jabatan, ketika ada kesempatan dia bisa membohongi rakyat dan negara dengan korupsi,” ujarnya.

Intelektualisme dan tujuan kita bernegara

Salah satu kutipan pada pembukaan UUD alinea 4 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa, merupakan bukti kaitannya intelektualisme dengan tujuan kita bernegara. Negara dimerdekakan dan mendirikan pemerintahan agar dapat mencerdaskan rakyatnya dan kehidupan bangsanya. Dalam pasal 31 UUD 1945 ditekankan bahwa pendidikan diselanggarakan untuk memajukan IPTEK dan IMTAQ serta akhlaq.

“Inilah fungsinya pendidikan tidak hanya pengajaran, adanya penyelarasan antara IPTEK dan IMTAQ,” ujar Prof. Mahfud MD.

Lebih lanjut dipaparkan Prof. Mahfud MD, ilmuan Islam dalam tradisi menekankan ilmu sebagai penguat iman. Orang yang taat, amanat dan beriman adalah yang berilmu dan semakin memperdalam ilmunya. Rasulullah SAW mengutus istrinya untuk belajar membaca dan menulis. Karena memang saat itu orang Arab masih dalam suasana jahiliyah.

Setelah Rasulullah SAW wafat maka muncullah Alfarahidi dengan membuat kamus pertama di dunia yakni Qamus Al Ain. Pada saat itu Islam menguasai peradaban dengan sebutan peradaban Islam. Pada saat itu Rasulullah SAW memerintahkan untuk mengembangkan ilmu dengan menyerap ilmu dari barat seperti Yunani. Ilmu semakin berkembang di Arab dan justru meredup di barat.

Disampaikan Prof Mahfud MD Islam menekankan pada watak intelektualisme dan kecendekiawanan dengan tiga pilar pengembangan IPTEK yakni integrasi agama dan ilmu kemudian berwawasan rasional tetapi menolak rasionalisme serta memihak pada nilai-nilai kemaslahatan bagi umat manusia.

Namun muncul tantangan baru untuk intelektualisme ini yakni digitalisasi yang serba instan khususnya di era Millenial, Z dan Alpha.

“Oleh karena itu kita harus tetap merawat intelektualisme untuk merawat kemajuan bangsa dan keselamatan ilmu,” pungkasnya. (Humas UII)