Obat Herbal

Herbavigilans : Farmakovigilans Obat Herbal di Indonesia

Farmakovigilans dapat diartikan sebagai sebuah studi keamanan pada obat-obatan yang telah beredar di pasaran yang digunakan secara klinis pada populasi yang besar (Shaw et al., 2012). Tujuan dari diberlakukannya farmakovigilans adalah melakukan pengawasan serta monitoring keamanan jangka panjang dan mendeteksi kejadian maupun reaksi obat yang tidak diinginkan pada percobaan klinis. Sedangkan definisi herbavigilans adalah suatu tugas yang mencakup pengawasan, dokumentasi, pengumpulan informasi, pelaporan, penilaian, dan pemeriksaan lanjutan terhadap efek samping akibat penggunaan obat tradisional ataupun suplemen kesehatan (Sa’adah & Salman, 2022).

Obat Herbal Indonesia

Sumber : iStock.com

Sebagai negara yang terdiri dari banyak pulau, Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, terutama dalam hal keanekaragaman hayati. Hal ini disebabkan oleh letak geografis Indonesia yang berada di sepanjang garis khatulistiwa dan memiliki iklim tropis (Kusmana & Hikmat, 2015). Salah satu cara masyarakat Indonesia memanfaatkan kekayaan alam ini adalah dengan menggunakan berbagai jenis tanaman sebagai bahan obat-obatan (Kusumaningrum & Prasetyo, 2018). Praktik penggunaan tanaman sebagai obat telah menjadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia selama puluhan tahun dan telah diwariskan secara turun-temurun. Pengetahuan dan pengalaman terkait pengobatan dengan menggunakan tanaman ini terus berlanjut dari satu generasi ke generasi berikutnya, dan seiring dengan kemajuan teknologi, penggunaannya telah berkembang menjadi produksi obat tradisional (Annisa et al., 2022).

Namun kemudian, muncul pertanyaan tentang keamanan, kualitas, dan efektivitas dari penggunaan tanaman obat. Hal ini karena sebelumnya, penggunaan tanaman obat hanya didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman turun temurun. Potensi masalah terkait dengan efek samping, interaksi dengan obat lain, dan reaksi yang tidak diinginkan menjadi hal yang tidak bisa diabaikan. Oleh karena itu, pada tahun 2007, pemerintah Indonesia mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 381/Menkes/SK/III/2007 yang dikenal sebagai Kebijakan Obat Tradisional Nasional (KOTRANAS). KOTRANAS dirancang sebagai bentuk komitmen dari semua pihak untuk mengembangkan dan meningkatkan obat tradisional yang memiliki kualitas, aman, bermanfaat, dan telah diuji secara ilmiah.

Indonesia telah memiliki pusat farmakovigilans nasional yang berkedudukan di Badan Pengawas Obat dan Makanan. BPOM didirikan pada tahun 2001 merupakan Lembaga Pemerintah non Departemen yang dikoordinasikan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Indonesia telah menjadi anggota WHO sejak tahun 1950, dan telah menjadi anggota PIDM WHO (Programme for Internasional Drug Monitoring) sejak tahun 1990.  Sistem pelaporan di Indonesia menggunakan laporan spontan (spontaneous reports). Badan POM sebagai lembaga yang berwenang dalam melaksanakan pengawasan serta pemantauan obat dan makanan, termasuk didalamnya obat herbal atau obat tradisional, baik pra pemasaran maupun paska pemasaran telah mengeluarkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 4 Tahun 2021 tentang Mekanisme Monitoring Efek Samping Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan. Namun diharapkan pemantauan ini tidak hanya dilakukan oleh Badan POM, namun juga berbagai pihak termasuk pelaku usaha obat tradisional, dan bahkan pasien sebagai konsumen. Monitoring dilakukan terhadap efek samping obat dan reaksi yang tidak diinginkan baik berupa kejadian yang serius maupun tidak serius. Pelaporan dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan maupun pasien sebagai masyarakat. Sistem pelaporan yang digunakan adalah pelaporan spontan yang dapat disampaikan secara online melalui website BPOM e-MESOT (Gambar 1), surat elektronik, surat tertulis, telepon, dan aplikasi.

Gambar 1. Website Pelaporan Efek Samping Obat Tradisional

Dalam praktik herbavigilans, khususnya di Indonesia, diperlukan kerjasama dari seluruh pihak, mulai dari tenaga kesehatan, pasien, masyarakat, hingga pelaku industri. Hal ini harus dilakukan agar produk obat tradisional yang beredar di masyarakat mampu memenuhi kualitas, keamanan, dan khasiat yang telah ditentukan. Sehingga pasien atau masyarakat tidak perlu ragu atau sungkan dalam melakukan pelaporan terkait kejadian efek samping yang dicurigai terhadap produk obat tradisional. Pelaporan herbavigilanse bisa diberikan secara langsung kepada BPOM melalui website pelaporan efek samping obat tradisional atau dengan menyampaikan kepada tenaga kesehatan yaitu apoteker kepercayaan Anda. Jangan ragu untuk melaporkan efek samping obat tradisional!

REFERENSI

Annisa, F. N., Fauziyyah, G. F., Wicaksono, I. A., & Lestari, K. (2022). Review artikel: Potensi tanaman herbal di Indonesia dalam meningkatkan kebugaran tubuh. Jurnal Ilmiah Farmasi Farmasyifa, 5(2), 161–182. https://doi.org/10.29313/jiff.v5i2.8841

Kusmana, C., & Hikmat, A. (2015). Keanekaragaman hayati flora di Indonesia. … Alam Dan Lingkungan (Journal of Natural …. https://journal.ipb.ac.id/index.php/jpsl/article/view/10962

Kusumaningrum, E. N., & Prasetyo, B. (2018). Ulasan kritis tentang teori biogeografi pulau. Program Studi Biologi, Fakultas …. https://www.researchgate.net/profile/Budi-Prasetyo-11/publication/370000520_ULASAN_KRITIS_TENTANG_TEORI_BIOGEOGRAFI_PULAU/links/6438b92b20f25554da2be31a/ULASAN-KRITIS-TENTANG-TEORI-BIOGEOGRAFI-PULAU.pdf

Sa’adah, N., & Salman. (2022). Studi farmakovigilans pada obat herbal. in Jurnal Farmasi dan Herbal (Vol. 5, Issue 1). http://ejournal.delihusada.ac.id/index.php/JPFH

Shaw, D., Graeme, L., Pierre, D., Elizabeth, W., & Kelvin, C. (2012). Pharmacovigilance of herbal medicine. Journal of Ethnopharmacology, 140(3), 513–518. https://doi.org/10.1016/j.jep.2012.01.051