UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 :Tinjauan Konsep Tenaga Kefarmasian
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan di Indonesia membawa perubahan signifikan dalam pengaturan tenaga kefarmasian. Dalam konteks ini, tenaga kefarmasian mencakup berbagai jenis profesi yang memiliki peran penting dalam sistem kesehatan. Dengan adanya perubahan regulasi, diharapkan apoteker dapat lebih berperan aktif dalam pencegahan penyakit dan promosi kesehatan, bukan hanya terbatas pada aspek kuratif.
Penjelasan konsep tenaga kefarmasian tertuang dalam pasal 199 ayat 1 yang menyebutkan bahwa tenaga kefarmasian masuk dalam kategori tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 huruf b. Pada pasal 199 ayat 5 dijelaskan Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d adalah sebagai berikut :
Pada UU Kesehatan yang baru ini juga memunculkan perubahan konsep sumber daya manusia pada tenaga kefarmasian dibandingkan dengan aturan sebelumnya, yaitu adanya ketetapan apoteker spesialis sebagai jenis tenaga profesi kefarmasian dan perubahan nama Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) menjadi Tenaga Vokasi Farmasi (TVF).
Pasal 209 ayat 2 menyebutkan bahwa untuk menyelengarakan pendidikan spesialis dan subspesialis dapat dilaksanakan oleh Rumah Sakit Pendidikan sebagai penyelenggara utama yang bekerja sama dengan perguruan tinggi. Untuk menjalankan proses pendidikan spesialisasi apoteker perlu dibuat pedoman atau regulasi mendalam mengenai standar pendidikan apoteker spesialis oleh pihak terkait seperti APTFI dan Kolegium Ilmu Farmasi Indonesia (KIFI). Saat ini sudah ada perguruan tinggi farmasi telah menyelengarakan proses pendidikan Apoteker spesialis di bidang farmasi nuklir.
Terkait Tenaga Vokasi Farmasi (TVF), penjelasan lebih lanjut mengenai hal tersebut diatur pada Keputusan Menteri Kesehatan No. HK.01.07/MENKES/1335/2024 Tentang Standar Kompetensi Tenaga Vokasi Farmasi, yang terdiri dari :
- Tenaga Vokasi Farmasi Lulusan Diploma Tiga Farmasi
- Tenaga Vokasi Farmasi Lulusan Diploma Tiga Analisis Farmasi Dan Makanan.
Sehingga dari uraian jenis tersebut lulusan sarjana farmasi dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) farmasi tidak lagi dikategorikan sebagai Tenaga Teknis Kefarmasian atau yang saat ini disebut Tenaga Vokasi Farmasi (TVF).
Pada aturan tersebut juga dijelaskan mengenai daftar keterampilan TVF Lulusan Diploma Tiga Farmasi memiliki perbedaan yang signifikan dengan TVF Lulusan Diploma Tiga Analisis Farmasi dan Makanan. Dimana TVF Lulusan Diploma Tiga Analisis Farmasi Dan Makanan TIDAK memiliki kewenangan terkait dengan pelayanan kefarmasian langsung dengan pasien seperti pelayanan resep atau pendampingan pelayanan swamedikasi bagi masyarakat.
Akan tetapi sampai saat ini, KTKI dalam melakukan registrasi TVF sebagai tenaga kesehatan masih melanjutkan konsep terdahulu dimana TVF lulusan D3 Farmasi dan TVF lulusan D3 Analis Farmasi & Makanan diregistrasi sebagai TVF dengan mengeluarkan Surat Tanda Registrasi Tenaga Vokasi Farmasi (STRTVF) yang sama. Sehingga tidak ada perbedaan Surat Izin Praktik (SIPTVF) yang diterbitkan untuk kedua jenis TVF tersebut yang bekerja di fasilitas pelayanan kefarmasian seperti apotek. Untuk itu perlu adanya pedoman ataupun aturan lebih lanjut terkait kebijakan tersebut untuk pembedaan STRTVF dan SIPTVF sesuai dengan jenis dan daftar keterampilan yang disebutkan tadi.
Dalam UU Kesehatan yang baru juga dijelaskan mengenai praktik kefarmasian yang disebutkan pada pasal 145 sebagai berikut :
- Praktik kefarmasian harus dilakukan oleh tenaga kefarmasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi produksi, termasuk pengendalian mutu, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penelitian dan pengembangan sediaan farmasi, serta pengelolaan dan pelayanan kefarmasian.
- Dalam kondisi tertentu, praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan lain secara terbatas selain tenaga kefarmasian.
- Ketentuan mengenai praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Yang dimaksud dengan “kondisi tertentu” adalah tidak ada tenaga kefarmasian, kebutuhan program pemerintah, dan/atau pada kondisi KLB, Wabah, dan darurat bencana lainnya. Tenaga Kesehatan lain, antara lain, berupa dokter dan/ atau dokter gigi, bidan, dan perawat.
Konsep praktik kefarmasian tersebut tidak memiliki banyak perubahan dibandingkan dengan aturan sebelumnya. Sehingga perlu diatur mengenai kewenangan dan kompetensi masing-masing jenis tenaga kefarmasian dalam melaksanakan praktik kefarmasian dan pelayanan kefarmasian.
Secara keseluruhan, dengan adanya pengakuan resmi yang tercantum pada UU Nomor
17 Tahun 2023 terhadap peran dari setiap jenis tenaga kefarmasian, undang-undang ini diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas untuk meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian dan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan yang berkualitas dengan memfokuskan perhatian pada upaya promotif dan preventif serta memperkuat ketahanan kefarmasian. Proses penerapan dari perubahan ini akan sangat bergantung pada komitmen semua pihak untuk menjalankan regulasi dengan baik demi peningkatan kesehatan Masyarakat.
Referensi :
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan.
Kementerian Kesehatan, 2024. Keputusan Menteri Kesehatan nomor
HK.01.07/MENKES/1335/2024 tentang Standar Kompetensi Tenaga Vokasi.