Lebih Dekat dengan Oleoresin dan Minyak Atsiri
Kamu pernah menggunakan minyak wangi?atau kamu pernah ke SPA dengan aromaterapi?suka dengan aroma pewangi pakaian, pewangi makanan atau sabun dengan aroma buah dan bunga?
Yup, kita semua pasti suka dengan aroma-aroma yang memiliki berbagai macam khasiat tersebut. Ada yang menyegarkan, ada yang menenangkan bahkan ada pula yang bisa memperbaiki mood. Semua aroma itu umumnya berasal dari oleoresin dan minyak atsiri.
Oleoresin dan minyak atsiri merupakan dua produk alami yang berasal dari tumbuhan dan memiliki berbagai macam manfaat dalam berbagai industri, termasuk makanan, kosmetik, farmasi, dan aromaterapi. Meskipun keduanya mirip dan sering digunakan dalam aplikasi yang serupa, oleoresin dan minyak atsiri memiliki karakteristik dan proses produksi yang berbeda.
Oleoresin adalah ekstrak alami yang diperoleh dari tumbuhan yang terdiri dari campuran minyak esensial dan resin. Campuran ini diperoleh melalui proses ekstraksi bahan tanaman dengan pelarut organik yang diikuti oleh penghilangan pelarut [1]. Oleoresin mengandung komponen volatil dan non-volatil yang memberikan rasa, aroma, dan sifat antioksidan dari tumbuhan asalnya.
Minyak Atsiri atau yang dikenal dikenal sebagai minyak esensial/minyak terbang/minyak menguap, adalah senyawa organik volatil yang diekstrak dari berbagai bagian tumbuhan. Menurut Baser dan Buchbauer (2015), “Minyak atsiri adalah produk alami kompleks yang mengandung senyawa volatil (mudah menguap) yang dihasilkan oleh organ aromatik tumbuhan sebagai metabolit sekunder”. [2] Minyak atsiri biasanya memiliki aroma yang kuat dan karakteristik dari tumbuhan asalnya.
Jadi meskipun sama-sama memiliki aroma yang berasal dari komponen volatile, oleoresin mengandung senyawa yang lebih banyak dibanding minyak atsiri karena oleoresin juga mengandung senyawa non-volatil. Selain itu, oleoresin juga relatif memiliki fungsi lebih banyak disbanding minyak atsiri. Yaitu sebagai perisa alami dan pengawet makanan. Misalnya, oleoresin paprika digunakan untuk memberikan warna dan rasa pada produk makanan [3], bahan baku jamu maupun obat-obatan herbal lainnya karena sifat terapeutiknya. Contohnya, oleoresin jahe digunakan untuk mengatasi mual dan muntah [4], bahan baku skincare baik perawatan kulit dan rambut karena sifat antioksidan dan antimikrobanya maupun pemberi aroma pada kosmetik dan parfum [5] [6]. Sedangkan minyak atsiri umumnya bermanfaat sebagai Aromaterapi untuk memperbaiki kondisi psikologis dan menenangkan saraf [7], pewangi dalam produk perawatan kulit, rambut, dan parfum [2], pengaroma makanan dan minuman [9], serta untuk pengendalian hama karena beberapa minyak atsiri memiliki sifat insektisida dan dapat digunakan sebagai pengendali hama alami [10].
Selain manfaat dan kandungan yang berbeda, Oleoresin dan Minyak Atsiri juga berbeda dalam hal Teknik pembuatannya. Oleoresin diperoleh dengan ekstraksi menggunakan pelarut-pelarut organic seperti etanol, aseton, atau heksana untuk mengekstrak oleoresin dari bahan tanaman. Setelah ekstraksi, pelarut dihilangkan dengan evaporasi (penguapan) atau ekstraksi dengan CO2 superkritis dimana metode ini menggunakan karbon dioksida dalam kondisi superkritis sebagai pelarut. Metode ini menghasilkan oleoresin berkualitas tinggi tanpa residu pelarut [1] [11]. Sedangkan minyak atsiri diperoleh dengan Teknik Distilasi, yaitu dengan meniupkan uap air untuk mengekstrak minyak atsiri dari bahan tanaman. Uap membawa minyak atsiri yang kemudian dikondensasi (pengembunan) dan dipisahkan [2], selain itu bisa juga melalui ekstraksi menggunakan pelarut organic terutama untuk bahan tanaman yang sensitif terhadap panas [13], atau dengan pengepresan dingin yang umumnya digunakan untuk mengekstrak minyak atsiri dari kulit buah jeruk dengan cara memeras kulit buah jeruk diperas secara mekanis tanpa menggunakan panas [14] dan dengan metode Enfleurasi yaitu menggunakan lemak untuk menyerap minyak atsiri dari bunga kemudian lemak tersebut dilelehkan dan dipisahkan dari minyak atsirinya. Metode ini jarang digunakan secara komersial karena mahal dan memakan waktu [15].
Meski berbeda, tetapi keduanya memiliki kesamaan khususnya terkait dengan dampak Sinar Matahari. Sinar matahari dapat memiliki dampak signifikan terhadap kualitas dan stabilitas oleoresin dan minyak atsiri. Berikut adalah beberapa efek yang dapat terjadi:
- Degradasi Komponen: Paparan sinar matahari dapat menyebabkan degradasi komponen aktif dalam oleoresin maupun minyak atsiri, terutama karena sinar matahari mampu merusak senyawa yang sensitif terhadap Cahaya. Selain itu, sinar matahari juga menyebabkan isomerisasi senyawa terpenoid yang menjadi salah satu komponen utama minyak atsiri [16]. Lebih lanjut paparan sinar matahari dan panas dapat meningkatkan tingkat penguapan komponen volatil dalam minyak atsiri sehingga mengurangi kekuatan aromanya [2].
- Perubahan Warna: Sinar UV dalam sinar matahari dapat menyebabkan perubahan warna pada oleoresin, yang dapat mempengaruhi kualitas visualnya. Hal ini umumnya terjadi karena perubahan struktur akibat kerusakan maupun oksidasi komponen dalam oleoresin maupun minyak atsiri [3].
- Oksidasi: Paparan sinar matahari dapat mempercepat proses oksidasi dalam oleoresin dan minyak atsiri, yang dapat mengubah sifat kimia dan organoleptiknya [1]. Hal ini karena sinar UV mampu memicu pembentukan radikal bebas yang dapat menyebabkan perubahan kimia dan degradasi [17].
Sehingga, untuk mengurangi dampak negatif sinar matahari, baik oleoresin maupun minyak atsiri sebaiknya disimpan dalam wadah gelap, kedap udara, dan pada suhu yang sejuk. Penggunaan antioksidan alami atau sintetis juga dapat membantu meningkatkan stabilitas kedua produk ini terhadap oksidasi yang dipicu oleh cahaya [16].
Oleh karena itu, Oleoresin dan minyak atsiri merupakan produk alami yang memiliki peran penting dalam berbagai industri. Meskipun keduanya memiliki beberapa kesamaan dalam hal aplikasi, mereka berbeda dalam komposisi, konsistensi, stabilitas, dan metode ekstraksi. Pemahaman yang baik tentang karakteristik dan perbedaan antara oleoresin dan minyak atsiri sangat penting untuk memaksimalkan penggunaannya dalam berbagai aplikasi. Selain itu, penyimpanan dan penanganan yang tepat, terutama dalam hal perlindungan dari sinar matahari, sangat penting untuk menjaga kualitas dan efektivitas kedua produk ini.
Referensi
- Panda, H. (2004). Essential Oils Handbook. National Institute of Industrial Research.
- Baser, K. H. C., & Buchbauer, G. (2015). Handbook of Essential Oils: Science, Technology, and Applications. CRC Press.
- Zachariah, T. J., & Krishnamoorthy, B. (2011). Oleoresins. In Chemistry of Spices (pp. 231-252). CAB International.
- Bhowmik, D., Kumar, K. S., Chandira, M., & Jayakar, B. (2013). Turmeric: A herbal and traditional medicine. Archives of Applied Science Research, 5(4), 86-96.
- Sasidharan, S., & Menon, A. N. (2010). Comparative chemical composition and antimicrobial activity of berry and leaf essential oils of Piper nigrum L. International Journal of Biological & Medical Research, 1(4), 215-218.
- Sell, C. (2006). The Chemistry of Fragrances: From Perfumer to Consumer. Royal Society of Chemistry.
- Buckle, J. (2015). Clinical Aromatherapy: Essential Oils in Healthcare. Elsevier Health Sciences.
- Raut, J. S., & Karuppayil, S. M. (2014). A status review on the medicinal properties of essential oils. Industrial Crops and Products, 62, 250-264.
- Burt, S. (2004). Essential oils: their antibacterial properties and potential applications in foods—a review. International Journal of Food Microbiology, 94(3), 223-253.
- Isman, M. B. (2000). Plant essential oils for pest and disease management. Crop Protection, 19(8-10), 603-608.
- Reverchon, E., & De Marco, I. (2006). Supercritical fluid extraction and fractionation of natural matter. The Journal of Supercritical Fluids, 38(2), 146-166.
- Chemat, F., Rombaut, N., Sicaire, A. G., Meullemiestre, A., Fabiano-Tixier, A. S., & Abert-Vian, M. (2017). Ultrasound assisted extraction of food and natural products. Mechanisms, techniques, combinations, protocols and applications. A review. Ultrasonics Sonochemistry, 34, 540-560.
- Tongnuanchan, P., & Benjakul, S. (2014). Essential oils: extraction, bioactivities, and their uses for food preservation. Journal of Food Science, 79(7), R1231-R1249.
- Ferhat, M. A., Meklati, B. Y., Smadja, J., & Chemat, F. (2007). An improved microwave Clevenger apparatus for distillation of essential oils from orange peel. Journal of Chromatography A, 1112(1-2), 121-126.
- Marry, S., Mounin, S., & Saaidi, P. L. (2016). Enfleurage: A Traditional Method to Obtain Essential Oils. In Essential Oils in Food Preservation, Flavor and Safety (pp. 55-62). Academic Press.
- Turek, C., & Stintzing, F. C. (2013). Stability of essential oils: a review. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety, 12(1), 40-53.
- Misharina, T. A., Terenina, M. B., & Krikunova, N. I. (2010). Antioxidant properties of essential oils. Applied Biochemistry and Microbiology, 46(4), 459-463.