Yakin Obat Herbal atau Jamu yang Anda Konsumsi Aman?
Klaim ilmiah pada kemasan obat herbal atau jamu pada beberapa merk tak menjamin kealamian dan keamanannya.
Wakidi malam itu merasa seluruh badannya pegal-pegal ngilu tak berkesudahan. Sehabis bekerja seharian sebagai kuli bangunan di berbagai proyek bangunan gedung di area Yogyakarta, ingin rasanya ia memanggil tukang pijat untuk dirajah tubuhnya lalu tidur pulas hingga pagi. Namun urung, ia memutuskan untuk minum jamu saja. Ia percaya pada obat-obatan tradisional itu secara cepat dapat menyembuhkan pegal linunya, cesplengbegitu. Ia bergegas datang ke depot jamu di bilangan Jalan Laksda Adi Soetjipto, memesan jamu pegal linu, lantas si penjual jamu dengan tangkas membuatkan jamu pesanan Wakidi.
Wakidi adalah satu di antara konsumen obat tradisional yang percaya sepenuhnya bahwa kealamian jamu menjadi garansi keamanannya. Namun, tanpa disadari, beberapa merk obat herbal dan jamu mengandung bahan kimia obat yang dalam takaran tertentu berbaya. Bukannya menyembuhkan karena khasiat tanaman herbal, obat herbal dan jamu jenis ini malah kemungkinan mencelakakan. Beberapa bahan kimia berbahaya yang sudah ditemukan dalam jamu dan obat herbal yang yang pernah ditemukan Badan POM di antaranya paracetamol, fenilbutason, dan sildenafil (Antaranews.com 8 November 2013).
Menanggapi kasus penemuan Bahan Kimia Obat (BKO) dalam obat-obatan yang seharusnya herbal, Arde Toga Nugraha, Msc. Apt. seorang pengajar mata kuliah bahan alam di Prodi Farmasi Universitas Islam Indonesia mengatakan, “Jamu dan obat herbal ada bedanya. Jamu bisanya diseduh dan diminum langsung tapi obat herbal harus dilakukan pengolahan dulu, setidaknya diekstraksi. Nah, proses pengolahan ini seharusnya menggunakan air namun ada bahan tertentu yang tak adapat diekstraksi menggunakan air, maka menggunakan senyawa etanol. Hal demikian dapat dilakukan namun harusharus dilakukan terlebih dahulu bahwa kandungan etanolnya hilang sebelum dikonsumsi”.
“Seharusnya jamu itu dibuat dengan dosis kecil dan harus diminum secara rutin. Jamu dibuat untuk menjaga tubuh tetap stabil, bukan untuk langsung menyembuhkan”
BKO dalam obat herbal menurut Arde biasanya yang banyak ditemukan adalah pada jamu pereda nyeri yang ditambahkan paracetamol ata dexamethasone. Hal menjadikan penambahan BKO pada obat herbal berbahaya adalah takaran yang tak tentu. Penambahan BKO tanpa dosis yang tepat dapat menimbulkan overdosis atau subdosis. “Kalau subdosis okelah, tapi kalau sudah overdosis yang berbahaya”, tegasArde.
Terjadinya penambahan BKO pada obat herbal tanpa takaran yang jelas menurut Arde dapat ditanggulangi jika berbagai lembaga bekerjasama, lembaga pemerintah dalam hal ini BPOM, pihak swasta, dan akademisi khususnya dalam bidang kesehatan. Arde berpendapat, selama ini pemerintah sudah cukup aktif memberantas obat-obatan yang diketahui berbahaya apabila tanpa resep dokter. Apalagi saat ini sudah diratifikasi udang-undang yang memungkinkan BPOM melakukan penindakan terhadap pelanggar izin edar obat-obatan. Namun, dalam praktiknya menurut Arde masih kekurangan SDM, maka dari itu akademisi yang bergerak dalam bidang kesehatan harusnya dilibatkan.
“Mahasiswa farmasi misalnya, dapat turut serta mengawasi peredaran obat herbal yang ternyata berbahaya sekaligus sebagai bahan penelitian skripsi”, Arde menyarankan. Dapat dimulai dengan lingkungan terdekat dahulu, jika menemukan obat herbal atau jamu dengan bahan yang sekiranya berbahaya, dapat dibawa ke laboratorium sebagai sampel penelitian.
Masyarakat sebagai pasien pun harus lebih aktif melakukan pengecekan sebelum mengonsumsi obat-obatan herbal dan jamu. Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengecek nomor registrasi obat pada situs BPOM. Jika sudah terdaftar pada BPOM Arde menjelaskan, tidak mungkin kemanfaatannya dapat menyembuhkan segala penyakit seperti pada klaim kemasan. “Seharusnya jamu itu dibuat dengan dosis kecil dan harus diminum secara rutin. Jamu dibuat untuk menjaga tubuh tetap stabil, bukan untuk langsung menyembuhkan” jelas Arde.
“Hal yang harus dipastikan terlebih dahulu dalam pembuatan obat adalah keamanannya, baru kemanfaatannya”, Arde mengakui bahwa dalam pembuatan obat herbal dan jamu memang terdapat banyak tantangan, oleh karena itu “Hal yang harus dipastikan terlebih dahulu dalam pembuatan obat adalah keamanannya, baru kemanfaatannya”, tandasArde.